Jumat, 06 Januari 2012

cerpen "sahabat keluargaku"

Tertegun aku sejenak, mendengar suara yang memanggil-manggil di belakang ku. Apa aku yang dipanggil? Rasanya suara itu tak asing bagiku! Aku pernah mengenalnya. Sudah lama aku tak mendengar suara ini. Rasa penasaran ku memuncak, ingin tau siapa pemilik suara itu? Dan aku pun menoleh “ mbak…. mbak… ini dompetnya terjatuh tadi!” dia berkata padaku.
Ku angkat dagu ku dari pandangan uluran tangan itu. Bak petir menyambar di siang hari, bergetar hati dan jantungku, bahkan tubuhku pun menggigil melihat seorang wanita berpakaian lusuh, compang-camping dan sepertinya tak terurus ini. Aku sangat mengenalnya bahkan lebih dari itu, dia sahabat karibku, sahabat senasib dan seperjuangan dengan ku dulu.

Tanpa berkata sepatah katapun,tanpa ragu-ragu salah orang, aku langsung memeluk dan mendekapnya. Tak tau apa yang ku rasa saat itu,yang jelas semuanya campur aduk menjadi satu.Ada senang, sedih, haru, kasihan, iba, pokonya nano-nano deh!

"Fan... apa yang terjadi denganmu? kenapa hidupmu berubah 180 derajat begini? mana Fani yang dulu, yang cantik, modis, glamour and tajir? ini serasa mimpi" bertubi-tubi pertanyaan dariku menghujani Fani.
"Sandra, aku masih fani yang dulu, hidupku saja bukan hidupku yang dulu."
Fani mengajak aku duduk sejenak di bawah pohon untuk menjawab satu per satu pertanyaanku. "San, semenjak kita berpisah, aku ikut keluargaku ke Jakarta. 1 tahun kemudian aku dilamar oleh seorang pria, mas Danu dan kami menikah hingga akhirnya punya seorang anak yang aku gendong ini. Kehidupan kami begitu bahagia dalam keluarga kecil, apalagi keluarga besarku" Fani tersenyum mengenang masa-masa indahnya.
" Ketika Zilan, anakku berumur 5 bulan kami melakukan perjalanan ke Yogyakarta sekeluarga besar untuk berlibur. Tapi, naas-nya kereta yang kami tumpangi mengalami kecelakaan. Seluruh keluargaku tewas dalam kecelakaan itu, hanya aku dan anakku yang masih hidup,tapi aku mengalami luka yang cukup serius hingga aku dirawat dua setengah bulan di rumah sakit" Fani yang tadinya tersenyum sekarang wajahnya berubah menitikkan bulir-bulir airmata.
"Tapi masih untung ada tetangga yang merawat anakku selama aku di rumah sakit. Uangku dan tabungan keluargaku habis untuk membiayai pengobatanku sampai semuanya harta benda keluargaku terjual. Dari situlah kehidupanku mulai menurun hingga aku tak punya apapun sama sekali untuk beli susu anakku."
"Ada seorang ibu yang menolongku dan mengajak aku kesini, tapi tak lama kemudian beliau meninggal dan pada akhirnya tinggal lah aku berdua dengan anakku. Setiap hari aku membawa anakku mengais rezeki menjadi pemulung, hanya itu yang dapat aku lakukan. Aku tidak ada pilihan lain, mau tidak mau harus ku jalani hidup ini, aku harus membesarkan anakku."
Tak terasa mata kami berdua sudah merah dan basah oleh air mata. Ku peluk tubuhnya erat-erat, tak kuasa hatiku memendungnya. " Sekarang kamu tidak berdua saja dengan anakmu, ada aku, aku adalah keluargamu. bukankah dulu kita pernah mengatakan kita bersaudara? mulai hari ini kalian berdua adalah bagian dari hidupku, kamu tidak akan menanggung penderitaan ini sendirian Sandra"
Mulai detik itu Sandra tinggal bersama keluargaku, aku senang melihat dia sudah bisa tersenyum jernih lagi dan anaknya tumbuh besar tidak terlantar. kebahagian Sandra kebahagiaan kami juga sekeluarga. Semoga kamu selalu bahagia Sandra.

1 komentar :